Tidak ada pertemuan yang abadi. Seperti
pertemuan, tidak ada perpisahan yang abadi.
–First Love, Sani.
“Begitu banyak orang bisa mengawali sesuatu dengan kesetiaan. Tapi sangat sedikit yang berhasil mengakhirinya dengan kesetiaan juga,” itulah kalimat pertama yang diucapkannya ketika membuka sharing perpisahan kami sore itu.
Masih dengan haru birunya
perpisahan dengan seorang pemimin, orang tua, sahabat dan juga penasehat yang
luar biasa. Aku nggak tau kalau akan seharu ini melepaskan seseorang yang
selama ini banyak sekali memberikan semangat saat aku sedang berada di dasar
jurang maupun saat aku sedang ada di atas gunung. Yang berhasil mencuci otakku
dengan paradikmanya tentang hidup menjadi pemimpin yang melayani.
Sesosok pribadi yang
menggambarkan seorang bapa yang penuh kasih namun juga adil. Seorang pemimpin
sekaligus hamba yang bijaksana. Dia bukan seorang yang bisa berpura-pura baik
untuk mendapatakan perhatian orang. Dia bukan orang yang lemah lembut. Bahkan banyak
orang yang tidak terlalu suka pada gayanya. Tapi dia adalah orang yang penuh
kasih, bahkan kasihnya lebih jauh besar daripada setiap kedisiplinan yang dia
terapkan. Dia adalah salah satu sosok yang otentik, tidak dibuat-buat, dan
original.
Banyak hal yang aku pelajari dari
orang tua ini. Setiap pengalamannya menginspirasi hidupku untuk menjadi lebih
baik bahkan lebih dahsyat dari apa yang dia ajarkan. Darinya aku belajar life is simple, but it is not as easy as we
think. “Apapun yang kamu kerjakan, kerjakanlah dengan ketaatan dan
kesungguhan hati. Bukankah seorang hamba tidak peduli siapa yang mendapatkan
kemuliaan? Dia hanya melakukan bagiannya untuk membuat tuan yang dilayaninya
semakin diberkati,” katanya pada suatu ketika saat menasehatiku bagaimana
menjadi seorang hamba yang benar.
Dari bapak inilah aku belajar
untuk menghormati pemimpin, bahkan ketika pemimpinku salah. “Belajarlah tunduk
kepada otoritasmu. Karena mereka adalah orang-orang yang dipakai Tuhan untuk
membentukmu semakin luar biasa dan tahan uji. Karena kewajiban seorang hamba
adalah menghormati pemimpinnya. Seperti Daud yang selalu menghormati Saul,
orang yang akan membunuhnya,” jelasnya pada kami anak-anaknya pada suatu hari.
Dari pribadi yang suka melayani
inilah aku belajar untuk menjadi orang yang memiliki api yang tidak pernah
padam. “Ada 3 tipe orang di generasi ini. Pertama,
dia dingin. Tidak mau tau dan tidak mau bergerak bahkan ketika orang-orang di
sekelilingnya sedang berebut mencari apinya masing-masing. Kedua, dia suam-suam kuku. Dia bergerak mengikuti arus. Dia panas
ketika dia berada di komunitas yang semangat. Tetapi suatu saat ketika tidak
ada lagi kegerakan yang terjadi, maka apinya menjadi padam dan dia tidak
berfungsi sama sekali. Ketiga, dia
adalah orang yang panas. Dimanapun dia berada dia selalu membuat kegerakan. Ada
saatnya dia berkumpul dengan komunitas yang semangat, api dalam dirinya
berkobar. Namun ketika dia ada di suatu komunitas yang dingin tidak ada api
sama sekali, dia tetap berkobar bahkan menularkan api yang ada pada dirinya
sehingga dia menjadi sarana untuk membuat kegerakan. Orang yang manakah kamu?”
ujarnya lai pada suatu ketika di sore hari saat kami sedang sharing.
Orang tua rohani yang bijaksana
ini mengajariku untuk menjadi orang yang berani berbeda dari yang lainnya. “Saya
sudah dua kali dalam hidup saya melakukan hal-hal yang freak, di luar zona yang
seharusnya dipatuhi. Dan saya akan melakukannya lagi untuk yang ketiga kalinya.
Jadilah orang-orang yang berani tampil beda, dalam arti membawa visinya Tuhan
bahkan ketika orang lain memandangmu aneh. It’s
ok,” ungkapnya pada kami sore tadi waktu kami berkumpul untuk menyalaminya
pergi.
Masih banyak hal yang dia
sampakan yang begitu memotivasi hidupku. Dia juga adalah orang yang berhasil mengubah
cara pandangku terhadap dirinya, bahwa dia bukanlah seorang pemimpin yang kejam
seperti yang sering kami anggap. Tetapi dia adalah sosok pemimpin yang mengasihi
dan mau berkorban buat anak buahnya, meskipun sering kali hal itu tidak
terekspos di media. Sebagian besar keputusan yang diambilnya terlihat seperti
memberatkan, tetapi sejatinya dia adalah tipe orang yang selalu memikirkan kesejahteraan
orang lain terlebih dahulu. Biarpun dalam bahasanya dia selalu bilang,”Saya
tidak jahat. Tetapi saya sadis.”
Entah berapa banyak hal yang
bapak itu sudah sharingkan sama kami. Entah berapa banyak orang yang diubahkan
melalui nasehatnya. Tidak penting berapa banyak orang yang tidak menyukainya,
tetapi dia adalah figur pemimpin yang luar biasa dimataku, dan aku mengucap
syukur untuk hal itu. Dia manusia biasa yang penuh kekurangan, tapi dalam kekuranganna itulah aku melihat bahwa dia adalah anak Tuhan yang luar biasa. Aku mengucap syukur telah mengenalnya meski hanya dalam
waktu yang singkat. Aku mengucap syukur untuk segala sesuatu teladan yang
berhasil aku ambil darinya.
“Disini
hanyalah tempat kalian untuk simulasi. Ini adalah Goa Adulam bagi kalian dimana
kalian harus bertemu dan berkumpul dengan orang-orang yang tidak berpengharapan,
sakit hati, kepahitan. Tapi jadilah seperti Daud yang berani beda dan bahkan
menjadi seorang leader yang mampu mengubahkan hidup orang-orang tidak
berpengharapan seperti itu menjadi pahlawan yan gagah berani. Jangan lari dari Goa Adulam, tapi takhlukkanlah
itu. Sehingga saat kamu keluar dari dalamnya, kamu menjadi seorang history
maker yang luar biasa,” ungkapnya yang menjadi penutup pertemuan kami hari ini.