Si Popeye Suka Makan Bayam

"I AM JUST A LITTLE GIRL WHO NEVER STOP DREAMING"

October 26, 2014

SAMPAI HANYA TERSISA AKU DAN ENGKAU!

Suatu saat saya sedang merindukan seseorang  yang seharusnya sudah lama saya lepaskan. Bukan hal yang mudah, sangat sulit sekali. Ada air mata yang harus dicurahkan, ada tawa yang harus dikorbankan dan ada hati yang harus dihancurkan.

Setelah beberapa lama mempertahankan kekuatan untuk membuang semuanya, pada satu titik akhirnya batu yang kokoh dalam hati saya itu runtuh juga. Saya mulai kembali mengarahkan mata saya lagi kepadanya. Ada satu kerinduan yang begitu besar yang benar-benar mendesak saya ingin berlari menghampirinya dan memeluknya erat-erat. Saat mengetahui bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, hanya tangisan yang saya miliki.

Dalam kekalutan seperti itu saya melupakan satu hal, bukan hanya ada dua orang yang berperkara dalam hal ini, aku dan dia. Tapi sebetulnya ada tiga orang, yaitu aku, dia dan Bapa di sorga. Mungkin orang lain tidak tau kalau diam-diam mata ini mengawasinya, tapi ada satu pribadi yang tidak bisa saya bohongi, Bapa. Saya bisa bersembunyi-sembunyi dari manusia, tapi tidak dengan-Nya.

Begitu seringnya saya menggombali Tuhan dengan mengatakan, "Ku b'ri yang terbaik bagi-Mu. Ku relakan segalanya." Tapi sejujurnya saya tidak tau bagaimana caranya merelakan yang terbaik dan yang terindah dalam hidup saya untuk-Nya. Kalau seandainya saya jadi Tuhan pasti saya sudah bosan mendengar keluh kesah orang seperti saya yang suka berkata-kata manis tapi tidak pernah ditepati. 

Yang saya sadari saat itu adalah bagaimana mungkin saya memandang orang lain setelah baru saja berkata kepada Bapa bahwa saya hanya akan memandang Dia saat ini. Mungkin Tuhan lihat (dan pasti Dia lihat) saat saya memandangi orang itu. Yang muncul dalam benak saya seketika adalah, "Bagaimana perasaan Bapa saat saya memandang orang lain dengan tatapan seperti itu? Sementara saya mungkin belum pernah memandang Bapa dengan tatapan yang penuh arti seperti yang sedang saya lakukan padanya saat itu." Kalau saya di posisi-Nya, saya pasti sakit hati. Mungkin di saat yang sama Tuhan berkata, "Anakku, kapan engkau akan memandang-Ku seperti yang kau lakukan padanya?" Atau mungkin Tuhan juga berkata, "Aku juga rindu untuk memelukmu seperti engkau rindu memeluknya."

Betapa saya sangat mementingkan diri saya sendiri saat itu. Saya tidak memikirkan bagaimana perasaan Tuhan terhadap saya dan janji-janji saya yang saya buat sendiri untuk-Nya. Yang saya pikirkan hanyalah hati saya. Padahal Tuhan juga sedang menunggu saya, "Sesungguhnya, Aku hendak mencurahkan isi hati-Ku kepadamu." Saya baru menyadari betapa egoisnya saya.


Bukan soal saya berdosa dengan perasaan saya, tapi soal bagaimana fokus saya sama Tuhan saat ada orang lain yang saya lihat 'lebih indah'. Lagi pula bagaimana mungkin saya bisa menjamin bisa mengutamakan dia, kalau saya saja tidak bisa mengutamakan Dia untuk saat ini? Bapa hanya menginginkan waktu yang ekslusif dengan saya (dan mungkin juga dengan Anda) sebelum saya memiliki hal lain yang akan membuat waktu saya berkurang. Dia ingin mengajari saya untuk berfokus kepada-Nya dan menantikan waktu-Nya, sambil mengerjakan apa yang Dia ingin saya kerjakan untuk-Nya. That's it!

Bukan saya yang merindukan Dia, tetapi Bapa lah yang dengan segenap hati merindukan saya (dan juga Anda) untuk memandang-Nya dengan penuh kerinduan. Tuhan hanya minta satu hal, "Relakan semuanya. Biarkan hanya tersisa engkau dan Aku, maka engkau akan mendapatkan segalanya." Yes, Lord!

So, what should we do after this? Take His hands and let His love hugs you into His eternity. Together we shout, "It is only about You and me, Lord!"

October 19, 2014

BELAJAR LEMAH LEMBUT DARI TANAH LIAT

Salah seorang kakak berkata, belajarlah menjadi lemah lembut dalam menerima pengajaran. Karena orang yang lemah lembut itu mudah untuk diatur dan diarahkan.

By the way seperti apa 'lemah lembut' itu? Apakah orang yang berbicara selalu sopan dan kalem? Atau orang yang gayanya lemah gemulai? No way! Lemah lembut itu nggak berbicara tentang outward appearance, tapi tentang karakter. Orang yang gaya ngomongnya keras nggak berarti dia nggak lemah lembut lho.

Tau tanah liat? Bukankah penampilan luarnya sangat keras? Kalo disentuh kasar banget dan serabutan. Tapi coba kalo tanah liat itu diberi air. Apa yang terjadi? Dia akan jadi lembut. Tanah liat itu jadi mudah dibentuk untuk membuat sesuatu baru yang lebih indah. Sama seperti manusia sebenarnya. Muka boleh security, tapi hati tetap Hello Kity.

Tanah liat nggak akan pernah protes saat dia dihancurkan untuk dibentuk menjadi bentuk yang baru, tapi dia taat. Kalo ada bagian yang cacat, dia nggak akan marah-marah kalo bagian-bagiannya harus dikikis. Dia hanya taat. Itulah lemah lembut. Karena dalam kelemahlembutan itu pasti ada yang namanya KETAATAN, MUDAH DIBENTUK, SIAP DITEGUR, dan MAU BERUBAH.

 Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
-Efesus 4:2-

October 16, 2014

AKU AKAN PERGI KE SISI ITU

  Siang yang sangat cerah. Saking cerahnya jadi panas banget rasanya. Makanya aku nongkrong di cafĂ© sambil ngopi. Lagi suntuk nih, nggak ada temen ngobrol. Kayak orang bego gitu setengah jam cuma diam aja memandangi jalan raya dan orang-orang yang lalu lalang dari tadi.
Sesekali sambil melirik ke arah kopi di tanganku.

        “Mikirin apaan kamu?” datang sudah makhluk astral tiba-tiba.

           “Eh, aku kok nggak tau kamu datang? Sama siapa kesini?” tanyaku agak terkejut sambil celingak-celinguk memastikan dia datang sama siapa.

                “Ah, kamu aja yang keasikan ngelamunin orang. Sampe ga sadar ada aku disini,” balasnya langsung duduk gitu aja di kursi depanku. “Aku datang sendirian. Kebetulan aja aku lewat sini tadi, panas banget makanya mampir.”

                Aku sih cuek. Sambil masih memandangi jalanan yang ramai dengan kendaraan, sebentar lagi pasti macet pikirku. Barusan aja aku kepikiran bosen nggak ada temen ngobrol, eh datang dia ini. Lumayan lah.

                “Tumben kamu beli minuman kayak gitu?” tanyanya sedikit mengernyitkan keningnya.

                “Kayak gitu? Maksudmu ini?” tunjukku ke cangkir kopi di tanganku.

               “Iya. Nggak biasanya kamu beli Caffe Americano? Sejak kapan kamu ganti selera?” ujarnya lagi.

Hanya kutanggapi dengan gelengan kepala saja. Sepertinya dia tidak puas dengan ekspresiku. Aku tau dia memang seperti itu. “Atau lagi galau nih sampai-sampai beralih ke kopi jenis begituan? Triple-shot espresso lagi,” Dia memang banyak tanya. Sejak kapan Caffe Americano jadi kopinya orang-orang galau? Memang menurutnya maniak Caffe Americano cuma sekumpulan orang galau? Dasar!

“Sempit sekali pikiranmu, Saudari?” jawabku malas. “Memangnya sampai mati aku harus jadi maniak cappuccino?”

“Kan aku cuma tanya. Nggak usah sensitive juga kenapa?” ujarnya sambil manyun. “Tapi biasanya kan kalo orang minum kopi pahit begitu kalo nggak lagi galau ya lagi depresi. Kamu yang tipe mana nih?”

Ah, memanglah orang satu ini. Dapat filosofi dari mana dia? “Bagaimana kabarmu? Maksudku masalahmu dengan dia?” tanyanya sekali lagi.

“Aku nggak ada masalah sama dia kok,” jawabku dengan sedikit nada naik.

“Cih, pintar sekali mengelak. Lalu kenapa bisa sampai sakit begitu kemarin kalo nggak ada masalah? Ku bilang juga apa, kopimu itu sudah mengatakan kalo kamu nggak lagi baik-baik saja. Ayo ceritakan bagaimana kabarmu?” desaknya hampir merengek. Memangnya aku sakit karena apa? Sok tau.

“Seriuslah,” ujarku malas sambil memandangi kopi yang mulai mendingin itu. “Ya sudah, aku begini aja. Aku nggak apa-apa, nggak ada yang special terjadi.”

“Lalu setelah sekian lama gini, kamu melepaskan dia gitu aja?” desaknya.

“Melepaskan apaan? Selama ini aku kan nggak pernah memiliki dia. Jadi apa yang aku lepaskan?” jawabku sekali lagi dengan nada yang datar banget. Sebenarnya berat juga sih bilang begitu. Tapi ya udah lah.

“Aneh banget sih kamu? Ngapain lah kalo gitu kamu jatuh bangun sekian lama berlari-lari cuma buat dia? Ujung-ujungnya juga berhenti.”

“Aku nggak berhenti ya…. Aku cuma nggak mau jadi penguntit aja terus-terusan hahaha,” jawabku basa-basi. Asal tau aja untuk tertawa seperti itu aku harus menguras separuh tenagaku. “Sudah saatnya aku membiarkan dia bernafas dengan lega. Selama ini mungkin aku membuatnya nggak nyaman bahkan untuk bernafas aja. Kalo terus seperti itu aku merasa sangat egois hahahaha.”

“Dasar bodoh! Mana ada yang begitu?”

“Sssshhhh, lagipula menyukai seseorang tanpa sepengetahuannya sama aja mencuri. Kayak kamu diam-diam mengingini milik sesamamu. Dosa tau!”

“Masih bisa bercanda lagi,” gerutunya. “Lalu apa rencanamu? Apa kamu yakin bisa melupakan dia?”

“Mana mungkin kamu bisa melupakan seseorang yang membuatmu baru memikirkannya saja kamu bisa tertawa?” jawabku kali ini serius. “Aku nggak berniat melupakannya. Rasanya mau mati. Semakin mau melupakan, semakin nggak bisa lupa.”

Ada keheningan sejenak diantara kami secara tiba-tiba. Sudah nggak ada kata-kata lagi yang bisa diutarakan. Aku meneguk kopiku lagi dan berkata,”Cara termudahnya adalah tetap mengingat dia sebagai kenangan yang layak untuk diingat.”

“Kamu memang aneh,” sahutnya sambil menggeleng dan tersenyum.


Aku memang nggak berniat melupakkannya. Biar aja kenangan itu tertimbun dengan hal-hal baru dalam petualanganku yang selanjutnya. Dengan begitu akan lebih mudah bagiku menetralkan semuanya. Lagipula kasih itu kan memberi, bukan merampok. Aku nggak pergi, cuma menggeser pandangan ke sisi yang lain. Kata orang aku aneh. Baru kusadari kalo aku memang benar-benar aneh!

But everything is gonna be alright. Just keep smiling! :D