Si Popeye Suka Makan Bayam

"I AM JUST A LITTLE GIRL WHO NEVER STOP DREAMING"

October 16, 2014

AKU AKAN PERGI KE SISI ITU

  Siang yang sangat cerah. Saking cerahnya jadi panas banget rasanya. Makanya aku nongkrong di café sambil ngopi. Lagi suntuk nih, nggak ada temen ngobrol. Kayak orang bego gitu setengah jam cuma diam aja memandangi jalan raya dan orang-orang yang lalu lalang dari tadi.
Sesekali sambil melirik ke arah kopi di tanganku.

        “Mikirin apaan kamu?” datang sudah makhluk astral tiba-tiba.

           “Eh, aku kok nggak tau kamu datang? Sama siapa kesini?” tanyaku agak terkejut sambil celingak-celinguk memastikan dia datang sama siapa.

                “Ah, kamu aja yang keasikan ngelamunin orang. Sampe ga sadar ada aku disini,” balasnya langsung duduk gitu aja di kursi depanku. “Aku datang sendirian. Kebetulan aja aku lewat sini tadi, panas banget makanya mampir.”

                Aku sih cuek. Sambil masih memandangi jalanan yang ramai dengan kendaraan, sebentar lagi pasti macet pikirku. Barusan aja aku kepikiran bosen nggak ada temen ngobrol, eh datang dia ini. Lumayan lah.

                “Tumben kamu beli minuman kayak gitu?” tanyanya sedikit mengernyitkan keningnya.

                “Kayak gitu? Maksudmu ini?” tunjukku ke cangkir kopi di tanganku.

               “Iya. Nggak biasanya kamu beli Caffe Americano? Sejak kapan kamu ganti selera?” ujarnya lagi.

Hanya kutanggapi dengan gelengan kepala saja. Sepertinya dia tidak puas dengan ekspresiku. Aku tau dia memang seperti itu. “Atau lagi galau nih sampai-sampai beralih ke kopi jenis begituan? Triple-shot espresso lagi,” Dia memang banyak tanya. Sejak kapan Caffe Americano jadi kopinya orang-orang galau? Memang menurutnya maniak Caffe Americano cuma sekumpulan orang galau? Dasar!

“Sempit sekali pikiranmu, Saudari?” jawabku malas. “Memangnya sampai mati aku harus jadi maniak cappuccino?”

“Kan aku cuma tanya. Nggak usah sensitive juga kenapa?” ujarnya sambil manyun. “Tapi biasanya kan kalo orang minum kopi pahit begitu kalo nggak lagi galau ya lagi depresi. Kamu yang tipe mana nih?”

Ah, memanglah orang satu ini. Dapat filosofi dari mana dia? “Bagaimana kabarmu? Maksudku masalahmu dengan dia?” tanyanya sekali lagi.

“Aku nggak ada masalah sama dia kok,” jawabku dengan sedikit nada naik.

“Cih, pintar sekali mengelak. Lalu kenapa bisa sampai sakit begitu kemarin kalo nggak ada masalah? Ku bilang juga apa, kopimu itu sudah mengatakan kalo kamu nggak lagi baik-baik saja. Ayo ceritakan bagaimana kabarmu?” desaknya hampir merengek. Memangnya aku sakit karena apa? Sok tau.

“Seriuslah,” ujarku malas sambil memandangi kopi yang mulai mendingin itu. “Ya sudah, aku begini aja. Aku nggak apa-apa, nggak ada yang special terjadi.”

“Lalu setelah sekian lama gini, kamu melepaskan dia gitu aja?” desaknya.

“Melepaskan apaan? Selama ini aku kan nggak pernah memiliki dia. Jadi apa yang aku lepaskan?” jawabku sekali lagi dengan nada yang datar banget. Sebenarnya berat juga sih bilang begitu. Tapi ya udah lah.

“Aneh banget sih kamu? Ngapain lah kalo gitu kamu jatuh bangun sekian lama berlari-lari cuma buat dia? Ujung-ujungnya juga berhenti.”

“Aku nggak berhenti ya…. Aku cuma nggak mau jadi penguntit aja terus-terusan hahaha,” jawabku basa-basi. Asal tau aja untuk tertawa seperti itu aku harus menguras separuh tenagaku. “Sudah saatnya aku membiarkan dia bernafas dengan lega. Selama ini mungkin aku membuatnya nggak nyaman bahkan untuk bernafas aja. Kalo terus seperti itu aku merasa sangat egois hahahaha.”

“Dasar bodoh! Mana ada yang begitu?”

“Sssshhhh, lagipula menyukai seseorang tanpa sepengetahuannya sama aja mencuri. Kayak kamu diam-diam mengingini milik sesamamu. Dosa tau!”

“Masih bisa bercanda lagi,” gerutunya. “Lalu apa rencanamu? Apa kamu yakin bisa melupakan dia?”

“Mana mungkin kamu bisa melupakan seseorang yang membuatmu baru memikirkannya saja kamu bisa tertawa?” jawabku kali ini serius. “Aku nggak berniat melupakannya. Rasanya mau mati. Semakin mau melupakan, semakin nggak bisa lupa.”

Ada keheningan sejenak diantara kami secara tiba-tiba. Sudah nggak ada kata-kata lagi yang bisa diutarakan. Aku meneguk kopiku lagi dan berkata,”Cara termudahnya adalah tetap mengingat dia sebagai kenangan yang layak untuk diingat.”

“Kamu memang aneh,” sahutnya sambil menggeleng dan tersenyum.


Aku memang nggak berniat melupakkannya. Biar aja kenangan itu tertimbun dengan hal-hal baru dalam petualanganku yang selanjutnya. Dengan begitu akan lebih mudah bagiku menetralkan semuanya. Lagipula kasih itu kan memberi, bukan merampok. Aku nggak pergi, cuma menggeser pandangan ke sisi yang lain. Kata orang aku aneh. Baru kusadari kalo aku memang benar-benar aneh!

But everything is gonna be alright. Just keep smiling! :D


No comments:

Post a Comment