Aku baru saja kehilangan satu lagi orang yang berarti dalam hidupku. Kakekku. Setelah dia bergumul dengan sakitnya selama beberapa tahun terakhir ini, akhirnya Tuhan membawanya pulang kembali ke tempat darimana dia berasal. Tentu saja hati kami bersedih dengan kepulangan Kakek tercinta ke rumah Bapa, tapi kesedihan itu tidak membuat kami terlarut dalam duka. Adalah momen yang sangat mengharukan ketika kita bisa mendampingi salah satu orang yang kita kasihi pergi dalam damai.
Hari itu, hari dimana kami harus melepaskannya pergi, aku melihat senyum simpul di wajah kakek. Aku bersyukur memiliki kesempatan untuk merawatnya selama ini. Aku bersyukur aku bisa menungguinya, memegang tangannya dan menyeka keringatnya disaat terakhirnya. Kami memang tidak bisa menggantikan rasa sakitnya, tapi paling tidak ketika kami ada di samping kakek, dia bisa merasakan bahwa dia dikasihi.
Aku akui diantara semua anggota keluarga yang lain mungkin akulah yang paling sering membuat kakekku itu jengkel sewaktu dia masih hidup. Dari kecil kakeklah yang mengurusku. Aku adalah cucu yang paling dekat dengannya. Semua hal pertama yang aku lakukan, aku pelajari dari dirinya. Semua cerita-cerita yang menginspirasiku, dialah yang menceritakannya padaku. Dia bukan orang yang sempurna sama sekali. Dia bahkan orang yang paling bisa membuat jengkel kami semua. Tapi dia tetap menjadi bagian terpenting dari kami yang sangat kami kasihi.
Waktu kondisinya semakin menurun, ada banyak hal yang tidak masuk akal yang dia katakan pada kami. Dia punya tas ransel yang selalu ditaruh di samping ranjangnya. Tidak seorangpun boleh membuka atau menyentuhnya. Kami pikir ada barang berharga apa di dalam situ sampai kami tidak boleh mendekatinya sama sekali. Aku sendiri jadi berpikir betapa pelit kakek ini. Tapi setelah dia meninggal, baru kami merasa sangat konyol sendiri. Ternyata di dalam tas itu hanya ada satu agenda kosong dan sebuah Alkitab. Aku senang melihat hanya ada Alkitab di tas itu, bukan hal yang lain.
Hal terakhir yang bisa ku lakukan untuk kakek hanyalah memakaikan jas dan merapikan dasi pada jenazahnya. Satu hal yang aku sesali adalah aku tidak mengatakan bahwa aku sangat mengasihinya meski aku tau kakek sendiri mengetahuinya. Waktu sudah terbaring seperti itulah baru aku menyadari satu frasa “aku mengasihimu” bisa menjadi sangat penting untuk dikatakan. Selama masih ada kesempatan untuk mengatakannya, akan sangat lebih baik dikatakan sebelum semuanya terlambat.
Satu pengharapan yang kami miliki adalah suatu hari kami akan berjumpa kembali dengan kakek di tempat yang penuh kemuliaan. Hidup dan kematiannya sangat indah. Kami melepaskannya pergi, kembali ke tempat seharusnya dia berada. Tidak ada lagi sakit, air mata dan duka cita. Semuanya sempurna bagi kakek. Dia sudah mengalami sendiri rasanya makan sehidangan dengan Musa, Abraham, Paulus dan bahkan Tuhan Yesus sendiri. Dan kami disini, menantikan hal yang sama terjadi pada kami pada waktunya nanti.
Good bye, Grandpa. Your love will be in our heart as always. Thank you for being part of our life. God loves you more than we do. We believe that you deserve a better place in the heaven, to be part of His family. See you soon in eternity.
No comments:
Post a Comment