Si Popeye Suka Makan Bayam

"I AM JUST A LITTLE GIRL WHO NEVER STOP DREAMING"

March 01, 2016

BE SMART! OPINI SAYA, OPINI GILA

Hujan mulai deras di luar sana. Kalau aja jam belum menunjuk ke angka sepuluh aku sudah berlari ke teras untuk menikmatinya sekarang. Aku hanya bisa menikmati suara rintikannya dan bau tanah basah yang menyeruak menghampiri hidungku dari dalam sini. Sedikit membosankan hanya duduk disini sendirian menatap layar kaca yang sedari tadi menyuguhkan sinetron-sinetron yang tidak begitu aku nikmati ceritanya. Ku pencet-pencet remot mencari channel yang bagus, tetapi tetap aja tidak ada yang keren. Semua ceritanya hampir sama, kisah cinta segi tiga, segi empat, segi lima sampai pitagoras anak-anak ABG alay.

Televisi kubiarkan menyala. Sesekali kuperhatikan pertunjukan apa yang sedang disuguhkannya. Tidak begitu menarik, sama sekali tidak menarik. Mungkin karena pikiranku sedang tidak sepenuhnya bersamaku malam ini. Aku sendiri tidak tau apa yang kupikirkan. Nggerambyang istilah orang Jawa. Sempat terpikir tentang para artis itu yang terpaksa memakai topeng agar kelihatan terus ceria untuk menghibur para penikmat pertunjukan munafik di hampir seluruh penjuru negeri ini. Kasihan sekali. Mereka harus menipu diri sendiri hanya untuk menyenangkan hati orang lain. Di dalam episode-episode sinetron saja mereka menampilkan senyum bias yang entah apa maksud lainnya selain hanya untuk digandrungi pemirsa di rumah kemudian mengumpulkan pundi-pundi rupiah buat kantongnya. Kemudian tidak berapa lama mereka akan masuk acara gosip-gosip pagi dengan berita yang berbanding terbalik dari akting mereka di layar kaca. Ada yang diliput karena prestasinya, tapi banyak juga yang diliput karena kontroversinya. Hidup itu memang hanya drama.

Lucunya lagi, segala sesuatu yang muncul di televisi harus disensor sana-sini. Hey, please lah, kita tidak sedang hidup di abad ke-3 yang susah membedakan mana yang pantas mana yang tidak! Memangnya dengan penyensoran yang dilakukan bisa mengajari bangsa ini apa? Toh, cerita yang disajikan pun juga tidak begitu mendidik. Sama saja seperti menutupi bagian dada, tapi mengumbar bagian paha. Artisnya disuruh menutup aurat, tapi mereka membuat cerita yang menyelipkan prostitusi dan anarki di dalamnya.

Aku secara pribadi sebenarnya hanya memperhatikan kualitas akting dan jalan cerita suatu film saja, tapi kalo ada sesuatu yang diblur segala sudut pandangnya jadi beda. Yang tadinya hanya menilai kualitas akting artisnya, akibat adanya penyensoran di beberapa bagian tubuh tertentu hampir bisa dipastikan pikiran jadi terbagi dengan menilai bagian-bagian tubuh artisnya. Yang lebih aneh, film kartun pun juga ikut-ikutan disensor dan diblur. Pertanyaannya, memangnya ada orang yang nafsu sama kartun? Kalau ada pun cuma 1 diantara 100. Gara-gara sensor pun orang bisa jadi berubah yang awalnya polos jadi mesum. Kenapa? Bisa jadi malah membayangkan apa yang ada dibalik sensor itu. Menyensor tidaklah membuka wawasan malah akan menutup gagasan.

Yang paling aneh lagi adalah reality show yang menguak misteri alam lain. Tidak cukup puas mengorek-ngorek kehidupan sesama manusia, kini para manusia juga tertarik mengorek kehidupan orang mati. Apa untungnya sih kepo sama kehidupan hantu? Orang hidup aja sudah banyak persoalan yang harus diurusi, ini malah nambah ngurusin urursan hantu gentayangan. Untuk apa? Menunjukkan nyali? Fungsinya?

Biasanya akan ada satu bintang tamu atau penonton live yang mulai menggelepar-gelepar kesurupan. Lalu salah satu host akan bertanya mengenai masa lalu si hantu, lalu hantu itu akan mulai curhat. Parahnya si host dan kru-nya percaya aja tuh. Bukankah setan itu bapaknya para pendusta, namanya pendusta ya apapun yang dibilang sudah pasti bohong doang isinya. Konyolnya si manusia percaya. Lama-lama si setan kena star syndrome juga deh. Berasa artis gitu dikepoin sama manusia. Bisa jadi pas kita asik menonton hantu di tv, eh, si hantu juga asik nontonin kita yang mau-mau aja dibegoin sama acara sejenis itu. Parahnya kita doyan banget nonton yang begituan. Ngaku deh walaupun jam tengah malam, kita on time mantengin channel itu sampe habis.

Gimana pun juga akui saja, kita memang mau-mau aja dibohongi sama cerita-cerita di tv itu. Emosi kita berhasil dicampur aduk dengan jalan cerita yang berbelit-belit dan tidak tau kapan tamatnya. Kita bersorak kalo si antagonis menerima azab karena ulahnya yang selalu jahat kepada si protagonis. Ikut-ikutan menangis kalau tokoh utamanya mengalami ketidakadilan. Bahkan memperebutkan aktor utama yang berpenampilan kekar dan tampan padahal kita kenal sama dia aja enggak. Dan kalau kita sudah masuk terlalu jauh dalam alurnya, kita sok jadi penasehat yang unggul di depan televisi seakan nasehat-nasehat kita itu bakalan didengar sama si aktor di dalam layar itu aja. Memang sebuah fenomena tersendiri.

Meski begitu, masih ada juga acara-acara yang mendidik. Nggak melulu semua reality show, film atau sinetron membawa dampak buruk buat pemirsa. Sebutkan saja berita, acara petualangan nusantara, acara pencarian bakat, kuis-kuis yang bisa bikin pintar bangsa juga ada. Yang baru ada juga reality show ngelawak (yang harus saya sensor namanya biar nggak menimbulkan sensasi) buat menghibur kita-kita yang galau dan susah tertawa. Sebenarnya acara gosip kadang juga bermanfaat buat kita. Dari acara gosiplah kebanyakan kita tau perkembangan jaman, fashion, istilah sekeren LGBT sampai sianida. Intermezo sedikit nih, ngomong-ngomong soal berita ada satu news anchor yang gantengnya sampai tumpah-tumpah. Aku rela mantengin satu stasiun tv yang programnya sebagian besar hanya berita semua itu cuma mau lihatin si Mas News Anchor yang keren. Namanya diblur ya biar nggak bikin kontroversi.

Film pun banyak yang bagus kalau nggak banyak disensor sana-sini, tergantung cara pandangnya. Aku tipe orang yang suka film berat yang mengusung tema kriminal, psikopat dan sebagainya, dan sebagainya. Film-film kayak gitu biasanya akting pemainnya akan kelihatan jelas bagus enggaknya. Apalagi yang akting psikopat begitu biasanya kalau nggak bagus, nggak akan laku filmnya. Dia harus berani total. Cuma ada beberapa artis yang masuk daftar akting terbaik di catatanku. Sebenarnya nggak hanya film berat aja yang jadi konsumsiku. Semua genre film aku suka, asal nggak setengah-setengah. Kalo romance ya romance banget sekalian, kalo horror ya horror sekalian. Jangan horror dikolaborasikan dengan erotic romance. Nggak akan masuk box office lah film begituan apalagi masuk Oscar. Mustahil. Film begituan penikmatnya cuma segerombolan geng jomblo kesepian yang 85% otaknya mesum doang.

Ini hanya sekedar opini sepihak dari saya saja. Opini saya, opini gila. Tapi kalau tidak gila, tidak bisa jadi apa adanya. Yang pasti kalau suatu saat kita berkesempatan menjadi sutradara, jadilah sutradara yang baik dan menghasilkan karya-karya yang berkualitas biar bisa dibanggakan ke dunia luar. Jangan cuma mengimpor film dari negara tetangga sebelah, tapi kalau bisa mengekspor film ke luar negeri malah lebih baik. Kalau jadi anggotan “Ka Pe I” ya sensorlah yang perlu disensor saja, jangan semua hal disensor sampai muka artisnya pun nggak kelihatan karena terlalu banyak diblur. Penyensoran yang berlebihan pun tidak serta merta membuat bangsa pandai kok kalau cerita filmnya sendiri tidak mendidik. Dan kalau nanti kita jadi artis, ya jadilah artis yang bisa akting mahal, supaya tidak dijual murah. Tidak hanya membanggakan sensasi tetapi tidak memiliki prestasi. Biar nggak diblur mukanya sana-sini. :D :D

No comments:

Post a Comment