Si pecinta datang kembali dengan cerita yang sama tetapi berbeda. Hey, pernah dengar ada seseorang yang mengharapkan cerita cintanya sama seperti drama-drama Korea romantis yang menguras air mata pemirsanya? Haruskah saya mengatakan kalo pecinta itu adalah saya? Sedikit naif kalau mengingkarinya. Entah cerita yang bagaimana yang harus diciptakan kembali untuk menutup cerita yang pernah saya mulai sendiri itu. Kadang jujur terhadap tulisan sendiri itu susah. Yang pasti tidak semua cerita itu berakhir bahagia, paling tidak untuk sisi yang lainnya.
Tidaklah penting melihat seseorang sebagai juara hanya dari cara mereka memosisikan cinta. Setidaknya untuk kasus saya. Apakah saya terlihat sebagai seorang penyeleweng hanya karena mengingini seseorang seperti dia? Siapapun kalian, saya akan tetap mengatakan hal yang sama. Kalian tidak tau apapun tentang saya. Tidak tentang masa lalu ataupun masa kini saya. Sama seperti dia yang memiliki hak untuk menolak siapa saja yang ingin datang kepadanya, begitu juga saja berhak untuk mengingini siapa saja yang saya mau. Bukan egois, tetapi lebih realistis.
Saya sih tidak terlalu kecewa ketika jawabannya adalah tidak. Karena sudah saya duga jauh sebelum dia mengatakannya. Sudah sering saya bilang dunia saya dan dunianya itu berjalan sejajar sehingga tidak ada ujung temunya. Ibarat rel kereta api yang tidak bisa memaksa untuk membelokkan diri ke satu sisinya supaya bisa bersatu.
Sebenarnya dia dan saya memiliki kesamaan yang mutlak. Kami sama-sama kuat. Saya kuat menunggunya, sementara dia kuat mengabaikan saya. Kesamaan yang membedakan kami selamanya. Ibarat unsur atom karbon yang menghasilkan dua bentuk yang berbeda, berlian dan arang. Bisa ditebak bahwa dialah sang berlian dan saya si arang. Dia itu barang mulia yang duduk manis di etalase toko perhiasan mewah. Kalau saya hanya si hitam yang mondar-mandir di pinggir perapian sambil membayangkan seandainya bisa disandingkan dengan sang berlian di etalase kristal itu. Tapi tentu hal yang sangat mustahil bukan. Dia dicipta untuk menerima sanjungan sebagai permata termahal yang hanya bisa dibeli oleh orang berduit dollar. Saya hanya sebatang arang yang menunggu api melumat sampai menjadi abu. Jauh berbeda meski berasal dari unsur yang sama.
Kalian bertanya apa saya menyesal pernah menginginkan berlian itu? Tentu tidak. Hidup itu adil, kawan. Ia hanya punya cara mainnya sendiri yang misterius. Saat ini saya ada di tempat ini, siapa tau suatu saat di waktu yang tidak terduga saya bisa ikut dipajang di etalase mewah itu. Kalaupun tidak, bukanlah masalah. Ada hal yang jauh lebih besar yang bisa saya kerjakan disini. Mudah saja. Buat apa pelihara luka hati yang hanya bikin mata berair?
No comments:
Post a Comment