“Freak banget sih tu cewek. Malu-maluin
aja,” gerutu Reza pada seorang cewek yang duduk di seberang bangkunya.
“Kenapa sih lu,
Bro? Segitunya banget. Lagian kalo diperhatikan dia manis juga tau,” sahut
Romi, salah satu temennya yang duduk sama dia. Jadi mereka itu punya band yang
namanya ‘The Unknown’, suka manggung
di kafe-kafe gitu. Lumayan elit lah. Kadang-kadang juga manggung di acara
kampus.
“Annoying aja gitu,” jawab Reza sambil
memutar matanya.
“Hati-hati lho,
dari benci ntar jadi suka,” sahut Johan, teman Reza yang lainnya.
Mereka lagi
ngomongin cewek yang ngefans berat sama band mereka, terutama vokalisnya yang
nggak lain adalah si Reza. Kata Reza cewek itu freak banget. Suka sih wajar aja, tapi kalo ketemu cewek itu
bawaannya ada suasana horror yang tiba-tiba mencekam sekelilingnya. Lebay. Nama
cewek itu Siska, mahasiswa fakultas seni. Beberapa kali Siska membuat karikatur
dan lukisan Reza. Gara-gara hal itu lah beredar rumor kalo si Siska itu naksir
berat sama si Reza. Secara Reza lumayan terkenal juga di kampus, semua orang
jadi tau kalo dia punya fans berat dari fakultas seni. Itu yang bikin Reza
nggak suka, soalnya dia nggak tertarik sama cewek aneh itu.
Suatu hari ada event kampus dimana band The Unknown
tampil menjadi salah satu guest star-nya.
Bisa ditebak Siska juga ikut datang ke acara itu. Tapi kali ini dia lebih
memilih bangku penonton yang jauh dari panggung.
“Siska, ayo kita
ke depan aja. Nggak kelihatan orangnya kalo disini,” ajak Anna temen dekatnya.
“Nggak ah.
Disini aja. Lagian kan kelihatan juga dari big
screen tuh,” jawab Siska pelang sambil nunjuk screen yang ada disisi kiri dan kanan panggung. Screen-nya memang lumayan gedhe, mungkin bulu hidungnya si MC pun
bakal kelihatan kalo di-zoom in haha….
“Udah nggak
ngefans lagi lu sama mereka? Tumben banget, biasanya juga milih di tempat
paling mencolok biar bisa dilihat sama Reza?”
“Ah, males aja
gue kedepan. Panas banget gini. Lagian kayaknya Reza nggak suka deh kalo aku
deket-deket dia. Yah, daripada bikin dia ilfeel mendingan gue aja yang ngasih
jarak. Udah puas gue lihat dia dari screen
doang hehe,” jawab Siska lalu tertawa terkekeh.
“Akhirnya
setelah hampir empat tahun loe buang juga si Reza haha. Ya udah deh, kalo gitu
gue aja yang ke depan. Loe serius nggak mau ikut?”
“Nggak. Udah
sana deh, keburu penuh bangku depan,” kata Siska memersilahkan.
Hampir satu jam
nunggu akhirnya giliran The Unknown
muncul juga. Hati Siska masih bergetar menyaksikan penampilan mereka. Memang selalu
begitu dari sejak pertama kali dia melihat penampilan The Unknown di salah satu kafe yang pernah dia kunjungi. Hanya saja
ada sedikit penyesalan dia nggak bisa deket-deket lagi sama mereka. Siska mendengar
dari beberapa orang kalo kehadirannya mengganggu Reza banget. Cowok itu nggak
suka kalo diejekin sama Siska. Alhasil si Siska mengundurkan diri lah.
Setelah acara
selesai Siska dan Anna pergi makan siang di kafetaria kampus. Mereka memesan es
teh dan nasi rames seperti biasa. Anak kos kalo tanggal-tangal tengah begini
memang duitnya cuma cukup buat makan beginian.
“Sis, loe kenapa
sih akhir-akhir ini agak aneh kalo ketemu The
Unknown? Ada masalah?” tanya Anna masih penasaran dengan perubahan sikap Siska
yang tiba-tiba.
“Tau aja loe
kalo gue sumber masalah. Gue mah gitu orangnya,” ujar Siska sekenanya.
“Serius nih. Loe
orangnya bercandaan mulu gitu sih. Kalo ada masalah bilang dong, kayak sama
siapa aja loe sama gue.”
“Logika lah,
gimana bisa ada masalah sama mereka kalo gue aja nggak deket-deket amat sama
sekumpulan orang-orang itu? Gue nggak ada masalah. Cuma memang nggak nyaman aja
sekarang kalo terlalu deket sama mereka.”
“Ya udah deh
kalo gitu. Tapi kayaknya loe menjauh gara-gara ada omongan orang yang baru-baru
ini beredar deh kalo Reza nggak suka dimata-matain sama loe.”
“Nah, itu tau.
Ngapain tanya!” jawab Siska dengan jengkel. “Kalo memang beneran gitu ya
mendingan gue nggak usah deket-deket dia dari dulu. Emang kelihatan banget ya
kalo gue terlalu memperhatikan dia?” tanya Siska tiba-tiba nadanya berubah
menjadi memelas.
“Wah, nggak usah
nangis juga kali. Kayak cuma dia aja cowok di kampus sini. Move on lah. Lagian loe keliatan banget sih kalo suka sama orang. Pelajaran
tuh lain kali,” kata Anna mencoba menenangkan Siska.
Beberapa bulan
terakhir Siska nggak kelihatan di sekitar The
Unknown lagi. mungkin dia beneran patah hati atau gimana. Kayaknya dia
nggak pengen lihat lagi orang-orang The
Unknown terutama vokalisnya. Yang aneh
si Reza malah agak kepikiran kok si freak
Siska nggak kelihatan nongol di depan mereka. Reza merasa free sih, tapi kayak ada yang nggak biasanya.
Hari Rabu jam
makan siang, Reza dkk memutuskan untuk makan siang di kafe sebelah kampus yang
biasa mereka nampil disana. Soalnya udah kenal sama manajernya, jadi biasa
dikasih harga special. Pas udah sampe ternyata Siska lagi ngopi disana juga.
Reza agak terkejut ketemu sama Siska disini. Sebenarnya Reza mau menyapa, cuma gengsi
aja kalo dilihat sama temn-temennya, ntar dikira suka juga sama si freak itu.
Akhirnya Reza
melewatinya begitu aja. mereka duduk di ujung kafe dekat jendela. Reza sengaja
memilihkan tempat itu supaya dia bisa sesekali melirik Siska yang lagi
coret-coret bikin sketsa di ujung kafe yang lainnya. Kayaknya dia belum sadar
kalo Reza dkk datang di kafe itu juga.
“Wei, lu kenapa,
Bro? Diajakin ngobrol malah bengong aja. Kurang lucu ya gue ngebanyol?” tanya
Romi.
“Eh, gimana?
Sorry, gue lagi blank,” respon Reza
gelagapan.
“Halah, tau deh
gue lu lagi ngeliatin siapa. Tuh cewek yang lu bilang freak kan? Haha udah melihat sisi lain dari ke-freak-annya?” ejek Johan yang sedari tadi sudah menyadari arah
pandangan Reza.
“Apaan sih lu.
Gue aja baru liat dia duduk di sana kok,” gerutu Reza dengan sebal.
Rupaya suara
Reza terlalu jelas terdengar oleh Siska. Dia yang baru menyadari anak-anak The Unknown juga makan siang disana,
akhirnya dengan buru-buru dia merapikan semua peralatannya dan mencoba setenang
mungkin pergi keluar kafe. Reza yang melihat hal itu, menjadi aneh karena nggak
biasanya Siska kayak gitu. Jangan-jangan Siska udah nggak tertarik lagi sama
dia. Banyak pertanyaan yang muncul di otaknya sekarang.
“Haha menyesal
kan lu berkurang fans lu,” ejek Romi lagi.
“Apaan sih?
Emangnya cuma dia fans gue?” jawab Reza jengkel.
“Gue? Iya deh
elu. Yang sabar yah….” ujar Johan lagi-lagi ikut mengejek yang hanya ditanggapi
lirikan sinis oleh Reza.
“Eh, gue jadi
punya ide buat bikin lagu nih! Judulnya ‘kembalilah’. Jadi ceritanya tentang
penyesalan seorang cowok yang menyesal telah mengabaikan cewek yang
menyukainya. Dia merasa kehilangan cewek itu setelah dia menyadari bahwa cewek
itu pergi gara-gara selama mereka dekat, si cowok nggak pernah memerlakukan
istimewa perasaan si cewek. Gimana?” kata Romi menjelaskan panjang lebar imajinasinya.
“Ah, itu sih
kamu ngikutin single-nya Bigbang yang If You. Dasar penjiplak,” gurau Johan.
Sementara kedua
temannya asik bergurau, Reza masih kepikiran dengan sikap aneh Siska. Apa yang
salah dengan dia? Atau malah ada yang aneh dengan Reza sendiri? Reza masih
belum percaya, pikirnya mungkin Siska memang freak, jadi semua yang dia lakukan adalah hal-hal yang freak juga. Wajar aja.
Bulan-bulan
berikutnya Siska bener-bener seperti nggak kenal sama The Unknown. Kalo pun
sempat ketemu dijalan, dia hanya say hello lalu langsung pergi gitu aja. Nggak
ada lagi gosip-gosip aneh yang bilang kalo cewek fakultas seni ngejar-ngejar
vokalisnya The Unknown. Siska sendiri
mulai belajar melupakan The Unknown,
terutama si Reza. Makanya dia nggak mau menunjukkan diri di depan mereka secara
sengaja, kalo bisa pun malah nggak usah ketemu lagi biar nggak aneh begini
suasananya. Mereka jadi kelihatan kayak musuhan, padahal nggak ada perang
apapun. Akhir-akhir ini Siska lebih menyukai boy band Korea-Korea gitu. Alasan aja supaya dia cepet lupa sama
lagu-lagu The Unknown, meski
kadang-kadang masih sempet ternyanyikan secara nggak sengaja juga.
Suatu siang
seusai kuliah, Siska cepat-cepat keluar dari kampus karena ada proyek yang
harus dia kerjakan siang itu juga. Di tangannya penuh dengan setumpuk
berkas-berkas contoh desain yang akan dia presentasikan. Siska harus ketemu
salah satu manajer dari suatu kafe yang memintanya untuk membuat
ilustrasi-ilustrasi desain di kafenya. Jadi Siska bener-bener terburu-buru
siang itu, udah nggak sempet lagi makan siang pikirnya.
Sampai di persimpangan
jalan tiba-tiba ada kecelakaan yang terjadi. Seketika tubuh Siska gemetaran. Rasanya
petir menyambar dirinya di siang bolong. Dia berteriak sekencang-kencangnya
saat melihat tubuh cowok yang tergeletak bersimbah darah di depan matanya. Tanpa
berpikir panjang dia melemparkan berkas-berkas yang ada di tangannya dan
berlari menuju ke arah cowok itu. Siska nggak peduli lalu lalang kendaraan dan
bunyi klakson-klakson di sekitarnya. Dia menerjang keramaian jalan untuk menjangkau
cowok itu dengan susah payah. Reza! Tubuhnya tidak bergerak terkapar di tengah
jalan. Orang-orang hanya berteriak melihat kejadian itu.
Siska memastikan
keadaan Reza sambil menangis tersedu-sedu. Reza nggak sadarkan diri, tapi
jantungnya masih berdetak lemah. Semua orang yang ada di sana hanya melihat
tanpa ada yang berani menyentuh cowok itu. Karena mereka pikir dia pasti sudah
mati. Tapi Siska mencoba melakukan pertolongan pertama pada cowok itu sambil
terus memanggil-manggil namanya. Belum ada respon. Akhirnya dia melakukan CPR tanpa berpikir tentang
sekelilingnya. Yang dia pikirkan hanya bagaimana Reza bisa kembali sadar.
Usahanya sedikit
berhasil. Tiba-tiba Reza terbatuk-batuk meskipun dia belum membuka matanya.
Nafasnya kembali. Dengan lemas Siska melepaskan pelukannya dari cowok itu. Ketika
tubuhnya sendiri masih gemetaran, dia meminta seseorang yang ada di dekatnya
untuk segera menelpon ambulans. Dia sendiri sebenarnya sangat ingin datang dan
memastikan bahwa Reza akan baik-baik saja. Tapi tidak ada rasa percaya diri
untuk menunjukkan mukanya di depan cowok yang dia sukai itu.
Orang-orang
segera membawa Reza ke rumah sakit segera setelah ambulans datang. Siska hanya
memandangi ambulans itu pergi menerjang keramaian. Dia hanya berharap Reza akan
baik-baik saja.
Setelah beberapa
hari Reza dirawat di rumah sakit, akhirnya dia sadar juga. Dia tidak ingat
sama sekali apa yang terjadi pada
dirinya. Dia hanya ingat kalau dia sedang menyeberang jalan sebelum akhirnya
ada sebuah mobil box yang melaju kencang kearahnya. Dia bertanya bagaimana dia
masih bisa hidup.
“Cewek yang suka
sama lu itu yang nyelametin lu, Bro,” jawab Romi sambil mengupas buah apel di
tangannya.
“Maksudnya?”
tanya Reza masih belum paham
“Siska,” jawab
Romi berhenti sejenak menatap temannya yang masih terbaring lemah itu. “Dia
melakukan pertolongan pertama buat lu yang nggak kepikir sama kami. Bahkan mungkin
orang-orang di skitar yang ada di TKP pun belum tentu bisa ngelakuinnya. Keren
banget deh pokoknya, Bro. Lu harus berterimakasih banget sama dia.”
“Oh ya? Masak sih?
Gimana dia nyalemtin gue?” tanya Reza masih penasaran.
“CPR. Lu tau kan?” ujar Romi hati-hati.
“What?!” seru Reza kaget banget.
“Santai, Bro. Lu
masih dalam perawatan intensif nih. Jangan banyak gerak,” tegur Romi
menenangkan Reza, dia udah tau reaksinya bakal kayak gitu. “Kalo nggak gara-gara
dia ngelakuin CPR sama lu, udah deh
nggak tau lagi lu masih ada disini atau nggak. Dia kelihatan paling panik lho
pas kejadian itu.”
“Masak sih?”
“Sampe dia nggak
memperhatikan banyak kendaraan yang lewat depan dia, yang dia lihat cuma lu. Denger-denger
juga gara-gara nolongin lu siang itu, proyeknya gagal total. Kasian banget deh
tu cewek,” sambung Romi mengingat kejadian yang masih terasa ngeri di benaknya
itu.
Reza jadi mikir,
bener juga kalo nggak karena Siska itu pasti dia udah mati mungkin. Tapi
masalahnya Reza nggak suka sama cewek itu. Bukan karena dia nggak tertarik,
tapi baginya Siska itu freak banget.
Terlalu jelas banget kalo Siska suka sama Reza. Dan hal itu bener-bener
mengganggunya. Terus ini dia ngelakuin CPR? Oh
my God! Harus gimana?
Akhirnya setelah
sembuh dari pemulihannya dari rumah sakit, Reza memutuskan menemui si cewek freak yang udah nyelametin hidupnya itu.
Dia menemukan Siska di perustakaan lagi asik baca buku.
“Siska,” sapa
Reza canggung.
Mereka terdiam
sejenak berpandangan. Reza merasa aneh menyapa duluan si Siska yang selama ini
dia anggap sebagai the most annoying
person. Sedangkan Siska terkejut dan bingung bagaimana cara menghindari
Reza yang tiba-tiba ada di depannya. Nggak lucu kan kalo dia tiba-tiba lari
gitu aja.
“Sorry, waktu itu kamu yang nyelametin
aku ya?” kata Reza grogi.
Siska Cuma diam
aja, nggak tau mau gimana. Mau jawab atau nggak, mau lari atau diam aja kayak
gitu.
“Hey, aku makasih
banget udah nyelametin aku,” ucap Reza yang tiba-tiba merasa aneh ketika menyebut
dirinya sendiri ‘aku’. “Tapi masalah CPR
itu, aku sedikit terganggu. Gimana ya, maksudnya.... Aku makasih banget masih
hidup begini, tapi kamu lupain aja masalah CPR
itu.”
“Lalu?” ujar
Siska sedikit terkejut dengan perkataan Reza yng segitunya.
“Lalu? Lalu....
Ya lupain aja,” kata Reza semakin salah tingkah. Karena dia sadar kalau dia
salah ngomong. Nggak seharusnya dia bilang begitu. Tapi ya sudah lah, udah
terlanjur juga.
“Straight to the point aja deh. Kamu
merasa rugi aku kasih CPR sama kamu?”
Reza terkejut
dengan ucapan Siska. Dia hampir aja tersedak mendengarnya. Aduh! Beneran salah
ngomong deh. Reza nggak bisa menjawab sepatah katapun.
“Lalu mau kamu
apa? Kamu mau aku kembaliin nafas buatan yang aku kasih ke kamu itu lagi? Kamu
mau ciuman sekali lagi?” tantang Siska sedikit tersinggung.
“Apa?” kata Reza
semakin terkejut dan semakin canggung dibuatnya.
“Hey, Kawan.
Bukan cuma kamu yang rugi. Aku juga rugi udah kasih kamu CPR. Tanpa kamu minta pun aku udah lupain masalah-masalah CPR itu. Lagi pula, sepertinya kamu
yang berniat nggak mau ngelupain masalah CPR
itu,” ujar Siska lagi tanpa segan-segan.
Dia terpaksa
mengungkapkan kekesalan hatinya yang selama ini dia simpan sendiri. sekali lagi
Reza menjadi kebingungan sendiri dengan perkataan Siska. Anehnya dia nggak
merasa marah atau kecewa mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Siska. Dia malah
merasa menyesal dengan semuanya.
“Maaf kalo
selama ini aku udah mengganggu kamu. Tapi aku janji cukup sampai hari ini aja
aku kenal sama kamu. Selanjutnya aku akan menganggap kalo aku nggak pernah
kenal sama kamu. Dan maaf soal CPR
itu,” kata Siska langsung pergi.
“Siska! Nggak
begitu maksudku!” seru Reza sehingga semua orang menoleh ke arahnya dan
menyuruhnya menjaga suara di ruang perustakaan.
Sampe di rumah Reza
marah-marah sendiri. karena dia nggak tau harus ngapain lagi. Dia merasa kalo
apa yang dikatakan Siska itu bener juga, tapi sebagai cowok dia nggak mau
ngalah gitu aja. Tapi dia jadi kepikiran kalo Siska beneran bakalan ga kenal
sama dia lagi. Bikin bad mood banget!
“Kenapa lu, Bro?”
tanya Johan.
“Gila, tengil
banget cewek itu tau!”
“Cewek? Maksud lu
Siska?”
“Ya itulah.
Masak dia bilang gue nggak berniat neglupain masalah CPR itu sih?! Songong banget deh. Baru kali ini ada cewek ngomong
gitu sama gue.”
“Tapi kayaknya
iya deh....” ujar Johan sambil lalu.
“Maksud lu apa?!”
“Lagian, ngapain
juga lu datang ke dia ngungkit-ngungkit masalah CPR. Cukup bilang makasih aja beres. Kalo lu ngungkit-ungkit
masalah CPR ya jelas kelihatan banget
lu nggak bisa lupain ciuman cewek itu tau! Jangan-jangan kamu mulai suka nih sama dia?”
“Apaan sih?!”
Reza jadi bingung sendiri.
“Bro, jangan
nyesel aja kalo tiba-tiba Siska pergi gitu aja dari lu. Nggak usah gengsi suka
sama cewek freak. Lu juga freak kok orangnya,” kata Romi dari belakang menepuk
punggung Reza yang diikuti anggukan oleh Johan tanda setuju.
Lalu??
---END---
NB: Sebenernya judul sama isi nggak nyambung heheh.... Gue cuma terinspirasi sama IF YOU, single terbarunya Bigbang aja hahah.... Mianhaeyooo.... :D
Please check the link below to hear the song>>>
https://www.youtube.com/watch?v=p84KzuffsC8